MAKALAH SEMINAR
KEPAHLAWANAN
Oleh:
M. Yusuf, S.Ag
Guru MTsN 2 Indragiri Hilir
Disampaikan pada:
Seminar Kepahlawanan Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2018
PELAKSANAAN SEMINAR KEPAHLAWANAN
KEGIATAN PENYELENGGARAAN HARI-HARI BESAR NASIONAL DAN DAERAH
DINAS SOSIAL KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
TAHUN 2018
PENGANTAR
PENULIS
Segala puji kehadirat Allah Swt atas
limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul: MEMPERKOKOH, MENGAKTUALISASIKAN DAN
MELESTARIKAN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN, KEJUANGAN DAN
KESETIAKAWANAN SOSIAL (K3KS) BAGI GENERASI PENERUS DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR.
Shalawat dan salam keharibaan Nabi
Muhammad Saw. atas segala usaha perjuangan baginda rasul menyelamatkan umat
manusia dari kejahilan menuju dunia ilmu pengetahuan yang cemerlang.
Kehadiran makalah ini dihadapan peserta
seminar untuk memperkenalkan sebagian kecil dari catatan sejarah Indragiri
Hilir secara global. Penulisan makalah ini terinspirasi atas kesempatan yang
diberikan oleh Dinas Sosial Kabupaten Indragiri Hilir pada acara Seminar
Kepahlawanan.
Bahan kajian makalah ini muncul dari hasil karya anaka bangsa yang telah
ada sejak tahun 1956 yang ditulis oleh putra Indragiri Hilir, yakni Bapak Amir
Hamzah Abdulrahman.
Selanjutnya penulis mencoba untuk
memaparkan sebagian dari isi buku ini tentang nama-nama pejuang dan pahlawan
Indragiri Hilir pada Seminar Kepahlawanan Kabupaten Indragiri Hilir yang
diselengarakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2018.
Demikian pengantar dari penulis, semoga
bermanfaat. Atas segala kritik dan saran diucapkan terima kasih.
Tembilahan, April 2018
Penulis,
M.
Yusuf, S.Ag
A.
Memahami Pengertian Memperkokoh, Mengaktualisasikan dan Melestarikan
Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan dan Kesetiakawanan Sosial bagi
Generasi Penerus di Kabupaten Indragiri Hilir
1.
Penggunaan Istilah Memperkokoh, Mengaktualisasikan dan
Melestarikan Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan dan
Kesetiakawanan Sosial bagi Generasi Penerus di Kabupaten Indragiri Hilir
a.
Memperkokoh
Memperkokoh berakar dari kokoh (kukuh), yaitu kuat (tidak mudah
roboh atau rusak) atau teguh (tetap pendirian, hati, dsb); memperkukuh yakni
menjadikan (lebih) kukuh.[1]
b.
Mengaktualisasikan
Mengaktualisasikan berakar dari aktual yakni berdasarkan
kenyataan; benar-benar terjadi; atau baru terjadi, sedang sangat digemari;
sedang menjadi pembicaraan. Aktualisasi merupakan perihal mengaktualkan;
pengaktualan.[2]
c.
Melestarikan
Melestarikan berakar dari lestari artinya tetap seperti keadaannya
semula; tidak berubah; kekal; melestarikan adalah menjadikan (membiarkan) tetap
tidak berubah; membiarkan tetap sepeti keadaannya semula.[3]
d.
Nilai-Nilai
Nilai
mempunyai pengertian kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadapsesuatu
hal mengenai baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut, mulia-hina, maupun
pentingatau tidak penting. Nilai adalah gagasan mengenaiapakah pengalaman
berarti atau tidak berarti, nilai juga mengarahkan perilaku dan pertimbangan
seseorang dalam mengambil keputusan.[4]
Nilai-nilai adalah bentuk jamak dari akar kata nilai yaitu harga
(dalam arti taksiran harga); atau sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan.[5]
e.
Generasi Penerus
Generasi disebut juga angkatan yaitu bala tentara (segenap tentara
dengan senjatanya); pasukan (armada dsb) yang dikirim untuk berperang atau
generasi yakni sekelompok orang yang sezaman (sepaham dsb) serta yang diangkat
(jabatan, pangkat).[6]
Generasi diartikan pula dengan sekalian orang yang kira-kira sama
waktu hidupnya; angkatan; turunan maupun masa orang-orang satu angkatan hidup.[7]
Penerus memiliki arti yang meneruskan (melanjutkan; menggantikan).[8]
f.
Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia
setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang bupati. Pada Periode Sebelum
Kemerdekaan Republik Indonesia, Indragiri Hilir berasal dari Kerajaan Keritang,
Kerajaan Kemuning, Kerajaan Kerajaan Batin Enam Suku dan Kerajaan Indragiri.
Kerajaan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja pertama bergelar
Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim,
ibu kota kerajaan dipindahkan ke Rengat. Selanjutnya, pada masa pemerintahan
Sultan Isa, berdatanganlah orang-orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai
akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar,
perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun
1859.[9]
Perjanjian perdamaian dan persahabatan tanggal 27 September 1938
antara Kerajaan Indragiri dengan Belanda, maka Kesultanan Indragiri menjadi
Zelfbestuur. Berdasarkan ketentuan tersebut, di wilayah Indragiri Hilir
ditempatkan seorang Controlleur yang membawahi 6 daerah keamiran: Amir
Tembilahan di Tembilahan, Amir Batang Tuaka di Sungai Luar, Amir Tempuling di
Sungai Salak, Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah, Amir Enok di Enok, dan
Amir Reteh di Kotabaru.[10]
Pada masa pendudukan Jepang (1942) Indragiri Hilir dikepalai oleh
seorang Cun Cho yang berkedudukan di Tembilahan dengan membawahi 5 Ku Cho,
yaitu : Ku Cho Tembilahan dan Tempuling di Tembilahan, Ku Cho Sungai Luar, Ku
Cho Enok, Ku Cho Reteh, dan Ku Cho Mandah. Pemerintahan Jepang di Indragiri
Hilir sampai bulan Oktober 1945 selama lebih kurang 3,5 tahun.[11]
Pada tanggal 14 Juni 1965 dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1965 Lembaran Negara Republik Indonesia No. 49, maka Daerah Persiapan
Kabupaten Indragiri Hilir resmi dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II
Indragiri Hilir (sekarang Kabupaten Indragiri Hilir) yang berdiri sendiri, yang
pelaksanaannya terhitung tanggal 20 November 1965.[12]
Kabupaten Indragiri Hilir terletak di bagian selatan Provinsi Riau dan berada
di pesisir timur Pulau Sumatera. Secara resmi terbentuk pada tanggal 14 Juli
1965 sesuai dengan tanggal ditanda-tanganinya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1965.[13]
Kabupaten disebut lengkap Daerah Tingkat II Kabupaten, adalah sebuah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu. Kesatuan masyarakat ini
berhak, berwenang, dan berkwajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Definisi seperti ini tertera dalam
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok
pemerintahan di daerah.
Dahulu istilah
kabupaten dikenal dengan Daerah Tingkat II Kabupaten. Sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, istilah Daerah
Tingkat II dihapus, sehingga Daerah Tingkat II Kabupaten disebut Kabupaten.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Bab II Pembagian Wilayah Negara Pasal 2
ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan
Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota, ayat (2) Daerah
kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan
dan/atau Desa.[14]
Selanjutnya pemerintahan kabupaten berdaraskan Peraturan Bupati
Indragiri Hilir Provinsi Riau, Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor
5 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2013 -
2018 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud
dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Indragiri Hilir dan 7. Masyarakat adalah
orang perseorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau badan
hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai
penanggung biaya, pelaku, menerima manfaat maupun penanggung resiko.[15]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa memperkokoh,
mengaktualisasikan dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan,
kejuangan dan kesetiakawanan sosial bagi generasi penerus di Kabupaten
Indragiri Hilir adalah memperkuat kenyataan yang tetap terhadap
sifat-sifat berguna bagi kemanusiaan pada sekelompok
orang yang sezaman dan sepaham dalam kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas wilayah tertentu di Indragiri Hilir berhubungan dengan kepahlawanan,
keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial.
2.
Konsep Kepahlawan, Keperintisan, Kejuangan dan Ketiakawanan Sosial
a. Kepahlawan
Secara harfiah kata-kata kepahlawanan, kejuangan, dan keperintisan
memiliki arti yang sebetulnya saling berkait. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata: Kepahlawanan berasal dari kata pahlawan. Kata pahlawan
tersebut berarti “pejuang yang gagah berani; orang yang menonjol karena
keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Kata ”kepahlawanan”
diartikan dengan “perihal yang berhubungan dengan pahlawan, seperti keberanian,
keperkasaan, kerelaan berkorban”.[16]
b.
Keperintisan
Keperintisan merupakan bagian dari unsur kepahlawanan, oleh sebab
itu unsur-unsur kepeloporan, keperintisan, dan kejuangan, semuanya merupakan
bagian dari unsur kepahlawanan.[17]
Keperintisan lebih identik dengan upaya merintis kemerdekaan Republik Indonesia
yang telah dilakukan oleh anak bangsa Indonesia menjelang tahun 1945.
c.
Kejuangan
Kejuangan berasal dari kata juang yang secara bebas dapat
diartikan “berjuang dan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu yang
dicita-citakan”, dan kejuangan itu sendiri adalah perihal yang menyangkut
dengan berjuang.[18]
Berjuang dalam hal merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan perkembngan zaman.
d.
Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial adalah bagian dari nilai, sikap dan perilaku
pro sosial yang berakar dari tata budaya nusantara dan masyarakat majemuk
Indonesia berdasarkan Pancasila[19]
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sekarang
dinamakan Amandemen.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pula mengenai konsep
kepahlawan, keperintisan, kejuangan dan ketiakawanan sosial adalah mengemukakan
konsep jati diri orang yang berani berkorban dalam
pembelaan dan perintisan kebenaran melalui usaha sekuat tenaga dengan nilai,
sikap dan perilaku penuh semangat kebersamaan, persatuan dan kesatuan
berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
B.
Bentuk Memperkokoh, Mengaktualisasikan dan Melestarikan
Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan dan Kesetiakawanan Sosial bagi
Generasi Penerus di Kabupaten Indragiri Hilir
1.
Bentuk Sifat Kepahlawanan
Bentuk memperkokoh,
mengaktualisasikan dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan,
kejuangan dan kesetiakawanan sosial bagi generasi penerus di Kabupaten
Indragiri Hilir melalui sifat-sifat kepahlawanan antara lain sebagai berikut
a.
Sifat Keberanian
Keberanian adalah kekuatan yang tersimpan dalam kehendak jiwa,
yang mendorong seseorang untuk maju menunaikan tugas, baik tindakan maupun
perkataan, demi kebenaran dan kebaikan, atau untuk mencegah suatu keburukan dan
dengan menyadari sepenuhnya semua kemungkinan risiko yang akan diterimanya.[20]
Pahlawan sejati merupakan seorang pemberani sejati. Tidak akan
pernah seseorang disebut pahlawan, jika ia tidak pernah membuktikan
keberaniannya. Pekerjaan-pekerjaan besar atau tantangan-tantangan besar dalam
sejarah selalu membutuhkan kadar keberanian yang sama besarnya dengan pekerjaan
dan tantangan itu. Sebab, pekerjaan dan tantangan besar itu selalu menyimpan
risiko.
b.
Sifat Kesabaran
Kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah
keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan. Ada banyak pemberani yang
tidak dapat mengakhiri hidupnya sebagai pemberani. Karena mereka gagal menahan
beban risiko. Jadi, keberanian adalah aspek ekspansif dari kepahlawanan. Akan
tetapi, kesabaran adalah aspek defensifnya.[21]
c.
Sifat Pengorbanan
Seorang pahlawan adalah bahwa ia tidak pernah hidup dan berpikir
dalam lingkup dirinya sendiri. la telah melampaui batas-batas kebutuhan
psikologis dan biologisnya. Batas-batas kebutuhan itu bahkan telah hilang dan
lebur dalam batas kebutuhan kolektif masyarakatnya dimana segenap pikiran dan
jiwanya tercurahkan. Dalam makna inilah pengorbanan menemukan dirinya sebagai
kata kunci kepahlawanan seseorang. Di sini ia bertemu dengan
pertanggungjawaban, keberanian, dan kesabaran. Tiga hal terakhir ini adalah
wadah-wadah kepribadian yang hanya akan menemukan makna dan fungsi
kepahlawanannya, apabila ada pengorbanan yang mengisi dan menggerakkannya.
Pengorbananlah yang memberi arti dan fungsi kepahlawanan bagi sifat-sifat
pertanggungjawaban, keberanian, dan kesabaran.[22]
2.
Bentuk Sikap Kepalawanan
Bentuk memperkokoh,
mengaktualisasikan dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan,
kejuangan dan kesetiakawanan sosial bagi generasi penerus di Kabupaten
Indragiri Hilir melalui sikap antara lain sebagai berikut:[23]
a.
Sikap Kritis
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap kritis
dilakukan guru terhadap siswa dengan cara memberikan kesempatan untuk:
mengajukan pertanyaan, penguatan dan tugas, diskusi, menerima kritik, ketika
berpendapat didukung referensi, memberi umpan balik, mau menerima pendapat
berbeda, berpikir logis dan divergen.
b.
Sikap Jujur
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap jujur yang
dilakukan guru terhadap siswa adalah dengan: menjadi contoh, bukan memberi
contoh, mengatakan sesuatu yang didengar, dilihat dan dirasakan sebagai sebuah
kenyataan, terbuka, objektif, memberitahu dengan jelas kepada siswa yang tidak
jujur, guru menunjukkan aturan main, tidak semena-mena terhadap segala bentuk
kekurangan siswa, mengingatkan siswa untuk tidak berbuat tidak terpuji, jawaban
siswa harus jujur, menyamakan antara pikiran, ucapan dan perbuatan, minta maaf
bila salah, atau tidak bisa menjawab, sesuai dengan hati nurani, tidak
berpura-pura.
c.
Sikap Tanggung Jawab
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap
tanggungjawab yang dilakukan guru terhadap siswa berupa: minta laporan tugas,
masuk tepat waktu, peduli lingkungan, memberikan umpan balik, menjadi
pertimbangan dalam memberikan penilaian, melakukan koreksi tugas siswa,
menyediakan buku paket dan pendukung, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya,
memberikan motivasi, menanamkan etika, menyadari kesalahan, memberikan latihan
atau tugas-tugas sebagai pembiasaan.
d.
Sikap Disiplin
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap disiplin
guru terhadap siswa berupa: siswa tepat waktu dalam berbagai hal (tugas,
hadir), mengabsen siswa, mengawali dan mengakhiri dengan berdoa, keluar kelas
harus ijin petugas, guru hadir tepat waktu, mengikuti aturan permainan,
pemberian sangsi, siswa yang salah ditegur, tugas yang sudah dikoreksi
dikembalikan siswa, memenuhi janji, disiplin menjadi pertimbangan dalam
memberikan penilaian.
e.
Sikap Kasih Sayang
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap kasih sayang
guru terhadap siswa berupa: Sabar, memberi semangat, memberi hiburan,
komunikasi yang harmonis, empaty, pemahaman latar belakang sosiopsikologis
siswa, mengingatkan dengan bahasa yang santun, jika ditanya tidak dapat
menjawab tidak malu, siswa boleh menyampaikan keluh kesahnya, memberikan
nasihat, dan pujian, memberi contoh perilaku yang baik, membantu menyelesaikan
masalah, menganggap siswa sebagai teman, tidak pilih kasih, tidak membedakan,
tidak rendah diri, siswa dianggap anaknya sendiri, membuat kondisi nyaman.
f.
Sikap Ikhlas
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap guru
terhadap siswa berupa: tidak mengeluh, menerima siswa sebagaimana adanya,
bekerja hanya mengharap ridho Yang Maha Kuasa, tanpa pamrih, sungguh-sungguh,
kerja sebaik-baiknya, cerah, semangat tidak kelihatan lelah, memberikan layanan
yang sebaik-baiknya, menerima persoalan siswa, kerja tanpa beban, dan kerja
sebagai ibadah.
C.
Usaha Memperkokoh,
Mengaktualisasikan Dan Melestarikan Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan,
Kejuangan Dan Kesetiakawanan Sosial Bagi Generasi Penerus Di Kabupaten
Indragiri Hilir
1.
Memperkenalkan Penokohan Pahlawan
Seorang pahlawan bisa jadi
ditokohkan sebagai pahlawan karena kebenaran yang diperjuangkannya adakalanya
melampaui nilai dalam masyarakat dan kebudayaannya, karena nilai kebenaran
tersebut belum terformulakan dalam tatanan kebudayaan di mana ia hidup,
sedangkan bagi si tokoh tersebut sudah terfikirkan dan sudah diperjuangkan,
karena ia berfikir hal tersebut dapat membawa masyarakatnya ke arah yang lebih
baik. Nilai baru tersebut muncul barangkali akibat dari “pencariannya” sendiri,
ia rintis sendiri. Dalam hal ini ia yang pertama yang mengemukakan dan
memperjuangkannya. Mungkin dalam skala inilah nilai-nilai kepahlawanan
berkesesuaian dan identik dengan nilai kepeloporan dan keperintisan.
Masyarakat menumbuhkan nilai moral,
yang dapat dijadikan contoh dan ditauladani. Sikap dan keyakinannya dijadikan
sebagai sumber nilai, dan masyarakatnya akan mencari nilai-nilai baik dalam
sikap kepahlawanannya. Ia dijadikan simbol yang diberinya muatan-muatan moral
oleh masyarakat utuk keberlanjutan hidup masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu
ia menjadi tokoh suri tauladan sekaligus sebagai sumber nilai untuk
keberlanjutan hidup tersebut. Taufik Abdullah menyatakan bahwa:
Pahlawan oleh masyarakatnya
dijadikan sebagai simbol yang kemudian diberi muatan-muatan yang dibebani
dengan nilai-nilai moral yang serba hebat dan besar, bahkan jadi tokoh
lagendaris, yang ke-“ada”anya telah mengalami peralihan. Ia menjadi contoh,
perumpamaan dan salah satu sumber nilai, pada dirinya sudah terikat realitas
historis dan realitas konseptual. Bisa pula terjadi bahwa demi kemantapan ide
dan nilai yang sedang diperkembangkan secara pelan-pelan proses personifikasi
dimulai. Dengan personifikasi nilai ini didapatkan lah alat pengingat (memonic)
yang lebih mudah diturunkan dalam usaha masyarakat untuk mengadakan sosialisasi
bagi generasi baru”. Pembebanan nilai-nilai yang sarat kepada tokoh yang secara
historis ada dan personifikasi dari ide dan nilai itu antara lain disebabkan
oleh dorongan akan perlunya pimpinan dan akan keberlanjutan hidup masyarakat.[24]
2.
Nilai Kepahlawanan
Secara denotatif, kata “nilai”
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti harga, taksiran, angka, kepandaian,
biji atau kadar dan banyak sedikitnya isi. Menurut Zakiah Daradjat dalam
bukunya “Ilmu Jiwa Agama”, nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting
dan berguna bagi kemanusiaan.[25]
Secara konotatif, nilai dalam judul ini berarti sifat-sifat penting yang
berharga bagi manusia.
Kepahlawanan sendiri harus dipahami
dari konsep pahlawan. Secara etimologi pahlawan seseorang yang berpahala yang
perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki
pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat
bagi kepentingan masyarakat, bangsa atau umat manusia.[26]
Nilai kepahlawanan berpangkal pada
suatu tindakan yang didalamnya terdapat rasa keberanian diri, kesabaran dan
pengorbanan dari seseorang yang rela berkorban demi tercapainya tujuan yang
diinginkan dengan dilandasi oleh sikap tanpa pamrih pribadi.
Nilai-nilai
kepahlawanan, seperti nilai rela berkorban, cinta tanah air, kerja keras,
keteladanan, kejujuran, demokratis, mandiri, dan bertanggungjawab harus
diintegrasikan dalam pendidikan karakter. Setiap mata pelajaran di sekolah bisa
menjadi sarana penanaman nilai-nilai kepahlawanan tersebut, terutama mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn), Sejarah, Ilmu-ilmu sosial, dan
Bahasa Indonesia.[27]
3.
Pelestarian dan Pengembangan Nilai Kepahlawanan
Nilai-nilai kepahlawanan tersebut
di atas dinyatakan bahwa seorang pahlawan adalah individu yang gagah berani,
mau berkorban untuk memperjuang kebenaran”. Difinisi tersebut jelas
merefleksikan adanya muatan nilai, bahwa seorang pahlawan memiliki sifat yang
berani, memiliki sifat kejuangan, berjuang tanpa pamrih, berani berkorban, dan
memiliki sifat berfihak ke yang benar.[28]
Kalau dijabarkan bersamaan dengan definisi pelopor dan perintis maka akan lebih
lengkaplah bahwa sebetulnya nilai-nilai kepahlawanan tersebut di dalamnya
terdapat nilai-nilai kepeloporan dan keperintisan.[29]
Selama ini nilai kepahlawanan
cenderung ditonjolkan adalah yang berkaitan dengan nilai heroik, “pejuang
dianggap orang yang gagah berani di medan perang”, dan kalau meninggal akan
dimakamkan taman pahlawan, sepertinya nilai kepahlawanan memiliki orbit yang
sempit. Pada hal tidak seluruh pahlawan itu harus identik dengan heroik dan
tidak harus berkuburkan di makam pahlawan;[30]
nilai heroik hanya bagian kecil saja dalam nilai kepahlawanan. Nilai
kepahlawanan dalam pengertian heroik tersebut warisan semangat 45, semangat
lasykar rakyat dan kalangan militer Indonesia. Semangat tersebut jelas
merefleksikan semangat zamanya. Zaman ketika orang ingin mencapai kemerdekaan,
zaman dianggap zaman heroic, sehingga bermunculanlah orang-orang yang gagah
berani di medan tempur, zaman yang membutuhkan kekuatan senjata, dan keberanian
bertempur. Alasan inilah sebetulnya hari pahlawan diperingati setiap tanggal 10
November dikaitkan dengan perjuangan dan peristiwa heroik di Surabaya pada
masa-masa perjuangan. Pengartian tersebut ternyata tidak merangkul semua
pahlawan yang ikut berjuang pada periode tersebut, karena banyak pahlawan lahir
saat itu tanpa memanggul senjata, seperti Soekarno, Hatta, Yamin, Syahrir, dan
lain-lain. Mereka justru memperjuangkan ide, yaitu pemikiran bahwa sebuah
kemerdekaan itu penting.[31]
Hal penting dalam diri seorang
pahlawan adalah ada nilai baik yang diperjuangkannya terutama yang bermanfaat
untuk kelangsungan hidup orang banyak. Dalam kepahlawanan seseorang, yang
paling penting adalah perjuangan ide yang dapat membawa perubahan bagi ummat
manusia. Hal-hal yang diperjuangkan itu adalah berupa buah fikiran, konsep yang
dapat diterapkan di dunia real yang dapat merubah kondisi sosial masyarakat ke
arah lebih baik.
4.
Mengenal Nama-nama Pahlawan Kabupaten Indragiri Hilir
Nama-nama pejuang yang
mempertahankan kedaulatan rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir sebagai pahlawan terdapat
di Taman Makam Pahlawan Parit 7 Tembilahan Hulu.
Berdasarkan data Humas Polres Inhil 11/04/2016 Diakses 28 April 2018 disebutkan 23
nama tokoh pejuang dan pahlawan Kabupaten Indragiri Hilir dan 3 lainnya tidak
dikenal, yaitu: Letda Mohammad Boya, H. Khalidi, Syekh Abdurrahman Siddiq, H.
Abd. Hamid Abdullah, Tengku Sulung, H. Suntung Ardi, H. Hasan, H. Sidik, H.
Samsi, Moeharom, Umar Hasan, H. Muhdi, Abd Manaf, Mat Moedji, Maryoto, Kadimin,
Arpandie, Zainal Arifin, Karnoso, Dulsaid, Husin Basri, A. Boechri, Muchalim,
dan tiga nama pahlawan tak dikenal lainya.[32]
Selain itu terdapat pula nama-nama
pejuang yang diabadikan sebagai nama-nama jalan. Nama para pejuang tersebut
sebagai dikemukakan oleh Amir Hamzah Abdulrahman dalam Buku Lintasan Sejarah
Indragiri Hilir dicetak Tahun 1956.[33]
Nama-nama pejuang tersebut berdasarkan
Nomor, Nama Pejuang, Umur, Asal Kelahiran, Tanggal/Tahun Wafat, Tempat Wafat,
dan Ahli Waris sebagai berikut:
1 H.
Sidik (Sabil) 60 th Kalimantan 06 Januari 1949 Kota Tembilahan H. Khalid
2 H.
Ahmad 45 th Kalimantan Januari 1949 Kota Tembilahan Hj. Maryam
3 H.
Hasan 45 th Kalimantan Januari 1949 Prt. 11 Tembilahan Aisyah
4 H.
Hasan 45 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. Sabran
5 Abd.
Rajak 30 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. A. Samad
6 Rajimun
20 th Kalimantan Januari 1949 S. Beringin Diyah
7 Darmawi
33 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan Hj. Asiah
8 H.
Suntung (Sabil) 50 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. Husin
9 Mustafa
40 th Indragiri Januari 1949 Tembilahan Fatimah
10 Syahdan
40 th Kalimantan 06 Agustus 1949 S. Salak H. Rubiah
11 H.
Tabri 50 th Kalimantan 04 Januari 1949 Tembilahan Hj. Amnah
12 H.
Sadri 48 th Kalimantan 23 Mei 1949 Tembilahan A. Hadi
13 Anang
Acil 45 th Kalimantan 23 Mei 1949 Tembilahan Gusdani
14 Thaib
30 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Syariah
15 Abd.
Hamid 35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Dara
16 H.
Abdullah 60 th Pontianak Juli 1949 Tembilahan Hansyah
17 Darsih
50 th Jawa 20 Juli 1949 Pengalihan Rubiah
18 Kihong
(Sabil) 60 th Kalimantan 13 Februari 1949 Menjerang Tembilahan Ganti
19 Hj.
Badariah (Pr) 50 th Kalimantan 30 Juli 1949 S. Pinggan Ikhwan
20 H.
Syamsi 25 th Kalimantan 30 Juli 1949 S. Pinggan Hujjah
21 Husni
22 th Kalimantan 30 Juli 1949 S. Pinggan Ainun
22 Janang
60 th Kalimantan 05 Januari 1949 Rengat Ali
23 H.
Khalidi (Sabil) 65 th Kalimantan April 1949 Menjerang Tembilahan Ahmad
24 Ijai
35 th Kalimantan Juni 1949 Tekulai Hilir Darmawi
25 Usuf
30 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ah. Abbas
26 Ali
25 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ramlah
27 Asmara
(ALRI) 21 th Kalimantan 05 Desember 1946 Tg. Kilang Hasin/Dewa
28 Sanaf
30 th Simp. Gaung 26 Juni 1949 Baran Uyup
29 H.
Akom 55 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang St. Fatimah
30 Taib
45 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Abd. Rahman
31 Jahyah
30 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Nene
32 Masdani
27 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Mastani
33 Sakar
27 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Adul
34 Awang
40 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Amai (Pr)
35 M.D.
Dahlan (Pol) 32 th Jawa 05 Januari 1949 Rengat St. Ainun
36 H.
Arsad (TNI) 25 th Kalimantan 20 April 1949 Mandala Cerbon Fatimah
37 Abdulhamid
(TNI) 18 th Kalimantan 11 Januari 1949 Bangkinang P. Baru Sulaiman
38 Samidi
(TNI) 35 th Jawa Januari 1949 Pengalihan Sutinah
39 Bahasin
(CPM) 23 th Kuantan 04 Januari 1949 Tembilahan Jubaidah
40 M.
Boya, Lt (TNI) 28 th Indragiri 04 Januari 1949 Kuala Enok Dara (Pr)
41 H.
Manaf Darjad (ALRI) 18 th Kalimantan 16 Juli 1946 Tg. Kilang H. Darjad
42 Suharjo
(TNI) 35 th Jawa 05 Januari 1949 Rengat Wagiah
43 Ashun
(ALRI) 22 th Indragiri 05 Desember 1946 Tg. Kilang Teluk
44 Sanusi
(ALRI) 20 th Indragiri 20 Juli 1946 Tg. Kilang Maksum
45 Amal
37 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Tasrah
46 H.
Said 60 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Hj. Rubiah
47 Abdulrahman
30 th Kalimantan Juni 1949 Anak Serka Abdullah
48 Usman
25 th Kalimantan Juni 1949 Anak Serka Salamiah
49 Ali
25 th Kalimantan Maret 1949 Sapat Hj. Umrah
50 H.
Taib 65 th Kalimantan Maret 1949 Sapat Hj.
Salmah
51 Abdulrahman
(Pol) 35 th Tapanuli 05 Januari 1949 Rengat H. Masrumi
52 Masri
28 th Kalimantan 13 Februari 1949 Tembilahan Mohamad
53 Anwar
28 th Kalimantan Juni 1949 Anak Serka Utuh
54 Mail
50 th Kalimantan Mei 1949 Anak Serka Syamsi
55 Durasid
60 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Kayah
56 Dusani
60 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Ramlah
57 Asan
30 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Diyang
58 Mohamad
65 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Munah
59 Jalani
30 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Asmah
60 Nani
35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ahmad
61 H.
Abbas 60 th Kalimantan 24 Juli 1949 Kuala Lahang Abdullah
62 Min
20 th Indragiri 05 Mei 1949 S. Junjangan Lemeh
63 Tahir
22 th Kalimantan Maret 1949 Sapat Icik
64 Cengkeh
25 th Sulawesi Mei 1949 Kuala Tungkal Siti
65 Umar
30 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Ijab
66 Syahrun
40 th Indragiri Maret 1949 Rengat Ambun
67 Usman
24 th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Masdari
68 Gusti
Hasan 45 th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Hj. Salamah
69 Ardani25
th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Hj. Maimunah
70 Ishak
25 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Iraliha
71 Usman
45 th Kalimantan 05 Mei 1949 Tembilahan Syamsuri
72 Amat
Putih 35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Fatimah
73 Abd.
Aziz (TNI) 20 th Minang 24 Juli 1949 Kuala Lahang Thamin
74 Karim
35 thKalimantan Juni 1949 Tembilahan Jamilah
75 Tabrani15
th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Talib
76 Napiah
15 th Kalimantan Juni 1949 S. Piai A. Hadi
77 Gusti
Arsad 35 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Gt. Atailah
78 Gusti
Ismail 23 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Gt. Kasuma
79 A.
Hamid Siddik 40 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Yohana
80 A.
Rahman/Idur 55 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Jawiah
81 Ijab
40 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ranum
82 Ibus
35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Udak
83 Basrani
35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Omie
84 Syarief
35 th Indragiri Januari 1949 Pekan Tua Meran
85 Ibad
25 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Isah
86 Sabran
25 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Aiman
87 Padupai
29 th Sulawesi 08 Februari 1949 Pulau Kijang Datuk
88 Hj.
Maimunah (Pr) 40 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. Yahya
89 Hj.
Fatimah (Pr) 40 th Indragiri Januari 1949 Tembilahan Atan
90 Abdulrahman
45 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan Mohamad
91 Karim
38 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Hamud
[4]Paul B.
Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi Edisi Keenam, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 1999, hlm. 71
[9]Anonim, Peranan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Modal
Sosial Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Di Kabupaten
Indragiri Hilir Dan Bengkalis, Repository
University Of Riau, Pekanbaru, tt, hlm. 24
[10]Ibid
[13]H.
Alimuddin RM, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2013 – 2018, Sekretaris Daerah Kabupaten Indragiri
Hilir, Tembilahan, 2015, hlm. 13
[14]Bidang PJDIH Puskum dan Humas BPN RI, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Kementerian Sekretaris Negara RI, Jakarta, 2014, hlm. 7-8
[15]H.
Muhammad Wardan, Lembaran Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir Tahun 2014 Nomor 5, Sekretaris Daerah Kabupaten
Indragiri Hilir, Tembilahan, 2015, hlm. 6
[16]Tim
Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balaipustaka, Jakarta, 1988,
hlm. 636
[17]Herwandi, Peran Generasi Kini Dalam Pelestarian dan
Pengembangan Nilai Kepahlawanan, Fakultas Sastra Universitas Andalas,
Padang, 2006, hlm. 4
[18]Tim Penyusun, Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Bandar Seri
Bengawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Berunai 2003, hlm. 1109
[19] Loc-Cit
[20]Anis Matta, Mencari Pahlawan Indonesia, The Tarbawi
Center, Jakarta, 2004, hlm 9
[23]Sudiyono,
Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Pendidikan Karakter
Guru SMP dan SMA di Kabupaten Sleman, Universitas
Negeri Yogyakarta, Indonesia, 2012, hlm. 19-20
[24]Taufik
Abdullah, “Pahlawan dalam Perspektif Sejarah”, dalam Prisma no. 7, 1976,
hlm. 59
hlm. 59
[25]Zakiah
Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, PT Bulan Bintang, Jakarta, 2005, hlm. 206
[26]Soeparto,
Bangsa Beradap Harus Hormati Para Pahlawan, dalam Gemari Edisi
94/Tahun 1x/November, 2008, hlm. 57
94/Tahun 1x/November, 2008, hlm. 57
[27]J.B. Sudarmanto, Jejak-Jejak Pahlawan Perekat
Kesatuan Bangsa Indonesia,
Grasindo, Jakarta, 2006, hlm. 25
[28]Herwandi
dan Zaiyardam Zubir, Menggugat Minangkabau, Andalas University Pres, Padang,
2005, hlm. 25
[29]Herwandi,
Op-Cit, hlm. 5
[30]Mohamad
Roem, Bunga Rampai Dari Sedjarah, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm.
222-226
[31]Herwandi,
Op-Cit, hlm. 6
[32]https://www.blogger.com/profile/05944043032403039948
[33]Amir Hamzah Abdulrahman, Lintasan Sejarah Indragiri
Hilir, Tembilahan Indragiri Hilir, Juni, 1956, hlm. 29-32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar