Pembagian Waqaf Dalam Membaca Al-Qur’an Al-Karim
Secara Ikhtiyari (berdasarkan pendapat ulama) Waqaf (berhenti)
dalam bacaan ayat Al-Qur’an dibagi menjadi: Ja’iz dan Ghairu Jaiz
1. Jaiz (boleh berhenti)
a. Tam (sempurna)
b. Kaf (mencukupi)
c. Hasan (baik)
2. Ghairu Jaiz (tidak dibolehkan)
Qabih (buruk)
1. Waqaf Tam
Waqaf Tam yaitu
Waqaf pada akhir kalam yang sudah sempurna, artinya tidak ada hubungan dengan
kalam berikutnya, baik dari segi lafadz maupun makna. Jadi apabila kita
melakukan Waqaf Tam, maka kita boleh melanjutkan kalimat berikutnya tanpa
mengulang kalam yang telah dihentikan
2. Waqaf Kafi
Waqaf Kafi
yaitu berhenti pada akhir kalam yang sudah sempurna lafadznya, akan tetapi
masih ada hubungan maknanya, jika berhenti tidak perlu mengulang kalimat yang
telah dihentikan
3. Waqaf Hasan
Waqaf Hasan
yaitu berhenti pada akhir kalam yang sudah bisa difahami artinya, akan tetapi
masih ada hubungan dengan kalam berikutnya, baik lafadz maupun makna
Pada Waqaf
Hasan ini sudah boleh Waqaf, sebab kalamnya sudah bisa difahami
maknanya, akan tetapi jika ibtidaknya (jika akan memulai kalam berikutnya)
harus mengulang atau muroja’ah dengan kalam yang telah diWaqafkan, kecuali jika
ketepatan pada akhir ayat
4. Waqaf Qobikh
Waqaf Qobikh
yaitu Waqaf pada kalam yang belum sempurna baik dari segi lafadz maupun
makna, sehingga tidak bisa difahami. Berhenti pada kalam seperti ini
tidak boleh, kecuali jika terpaksa. Seperti kehabisan nafas atau karena suatu hal
yang memaksa harus berhenti, tetapi jika akan meneruskan harus mengulang agar
tidak sampai merusak arti, umpama membaca fi’il belum membaca fa’ilnya sudah diWaqafkan,
seperti ; () Waqaf, baru membaca (). membaca
mubtadak belum membaca khobarnya, seperti ; () Waqaf,
kemudian diteruskan (), membaca mudhof belum membaca mudhof ilaihnya, seperti ; () Waqaf kemudian meneruskan () dan
sebagainya.
Ketentuan:
- berhenti pada akhir
ayat sunnah nuthlaq dari rasulullah saw, dan berlaku untuk semua jenis waqaf
jaiz
- dalam al-qur’an
tidak terdapat kewajiban maupun larangan secara syar’i, kecuali karena dapat
merusak makna ayat tersebut, maka apabila hal itu dilakukan berdosa
- jumlah ismiyah
terdiri dari mubtada dan khabar, dan jumlah fi’liyah terdiri dari fi’il dan
fa’il. Apabila berdasarkan pada kedua asas tersebut dianggap mengandung makna
sempurna dalam kalam
Contoh: Bismillaah
(berhenti) arrahmaanirrahiim. Berhenti disini dan tidak memulai pada kalam
sesudahnya, karena terdapat hubungan lafaz dan maknanya, kecuali jika berada
diujung ayat maka diperbolehkan berhenti padanya. (Artinya: Mulai dari
Bismillaahirrahmanirrahiim) berhenti, dan dilanjutkan pada kalam berikutnya.
Peringatan:
1. Jangan berhenti
pada kata kerja (fi’il) tanpa pelakunya (fa’il)
2. Jangan berhenti
pada pelaku (fa’il) tanpa ada yang dilakukannya (maf’ul bih)
3. Jangan berhenti
pada huruf jar tanpa ada isim majrur-nya
4. Jangan berhenti
pada mudhaf tanpa mudhaf ilaih-nya
5. Jangan berhenti
pada mubtada’ tanpa khabar-nya
6. Jangan berhenti
pada maushuf tanfa shifat-nya
7. Jangan berhenti
pada ma’thuf ‘alaih tanpa ma’thuf
8. Jangan berhenti
pada shahibul hal tanpa hal
9. Jangan berhenti
pada ‘adad tanpa ma’dud
10. Jangan berhenti
pada mu’akkad tanpa taukid
(Semoga bermanfaat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar