Translate

Minggu, 06 Mei 2018

SEMINAR KEPAHLAWANAN


MAKALAH SEMINAR KEPAHLAWANAN


Oleh:
M. Yusuf, S.Ag
Guru MTsN 2 Indragiri Hilir


Disampaikan pada:
Seminar Kepahlawanan Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2018



PELAKSANAAN SEMINAR KEPAHLAWANAN
KEGIATAN PENYELENGGARAAN HARI-HARI BESAR NASIONAL DAN DAERAH
DINAS SOSIAL KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
TAHUN 2018
 


PENGANTAR PENULIS

Segala puji kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul: MEMPERKOKOH, MENGAKTUALISASIKAN DAN MELESTARIKAN NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN, KEJUANGAN DAN KESETIAKAWANAN SOSIAL (K3KS) BAGI GENERASI PENERUS DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR.
Shalawat dan salam keharibaan Nabi Muhammad Saw. atas segala usaha perjuangan baginda rasul menyelamatkan umat manusia dari kejahilan menuju dunia ilmu pengetahuan yang cemerlang.
Kehadiran makalah ini dihadapan peserta seminar untuk memperkenalkan sebagian kecil dari catatan sejarah Indragiri Hilir secara global. Penulisan makalah ini terinspirasi atas kesempatan yang diberikan oleh Dinas Sosial Kabupaten Indragiri Hilir pada acara Seminar Kepahlawanan.

Bahan kajian makalah ini muncul dari hasil karya anaka bangsa yang telah ada sejak tahun 1956 yang ditulis oleh putra Indragiri Hilir, yakni Bapak Amir Hamzah Abdulrahman. 

Selanjutnya penulis mencoba untuk memaparkan sebagian dari isi buku ini tentang nama-nama pejuang dan pahlawan Indragiri Hilir pada Seminar Kepahlawanan Kabupaten Indragiri Hilir yang diselengarakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2018.
Demikian pengantar dari penulis, semoga bermanfaat. Atas segala kritik dan saran diucapkan terima kasih.
Tembilahan, April 2018
Penulis,


M. Yusuf, S.Ag



 

A.    Memahami Pengertian Memperkokoh, Mengaktualisasikan dan Melestarikan Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan dan Kesetiakawanan Sosial bagi Generasi Penerus di Kabupaten Indragiri Hilir
1.      Penggunaan Istilah Memperkokoh, Mengaktualisasikan dan Melestarikan Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan dan Kesetiakawanan Sosial bagi Generasi Penerus di Kabupaten Indragiri Hilir
a.       Memperkokoh
Memperkokoh berakar dari kokoh (kukuh), yaitu kuat (tidak mudah roboh atau rusak) atau teguh (tetap pendirian, hati, dsb); memperkukuh yakni menjadikan (lebih) kukuh.[1]

b.      Mengaktualisasikan
Mengaktualisasikan berakar dari aktual yakni berdasarkan kenyataan; benar-benar terjadi; atau baru terjadi, sedang sangat digemari; sedang menjadi pembicaraan. Aktualisasi merupakan perihal mengaktualkan; pengaktualan.[2]
c.       Melestarikan
Melestarikan berakar dari lestari artinya tetap seperti keadaannya semula; tidak berubah; kekal; melestarikan adalah menjadikan (membiarkan) tetap tidak berubah; membiarkan tetap sepeti keadaannya semula.[3]
d.      Nilai-Nilai
Nilai mempunyai pengertian kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadapsesuatu hal mengenai baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut, mulia-hina, maupun pentingatau tidak penting. Nilai adalah gagasan mengenaiapakah pengalaman berarti atau tidak berarti, nilai juga mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan.[4]
Nilai-nilai adalah bentuk jamak dari akar kata nilai yaitu harga (dalam arti taksiran harga); atau sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.[5]
e.       Generasi Penerus
Generasi disebut juga angkatan yaitu bala tentara (segenap tentara dengan senjatanya); pasukan (armada dsb) yang dikirim untuk berperang atau generasi yakni sekelompok orang yang sezaman (sepaham dsb) serta yang diangkat (jabatan, pangkat).[6]
Generasi diartikan pula dengan sekalian orang yang kira-kira sama waktu hidupnya; angkatan; turunan maupun masa orang-orang satu angkatan hidup.[7]
Penerus memiliki arti yang meneruskan (melanjutkan; menggantikan).[8]
f.       Kabupaten Indragiri Hilir
Kabupaten adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang bupati. Pada Periode Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia, Indragiri Hilir berasal dari Kerajaan Keritang, Kerajaan Kemuning, Kerajaan Kerajaan Batin Enam Suku dan Kerajaan Indragiri. Kerajaan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja pertama bergelar Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Rengat. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang-orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun 1859.[9]
Perjanjian perdamaian dan persahabatan tanggal 27 September 1938 antara Kerajaan Indragiri dengan Belanda, maka Kesultanan Indragiri menjadi Zelfbestuur. Berdasarkan ketentuan tersebut, di wilayah Indragiri Hilir ditempatkan seorang Controlleur yang membawahi 6 daerah keamiran: Amir Tembilahan di Tembilahan, Amir Batang Tuaka di Sungai Luar, Amir Tempuling di Sungai Salak, Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah, Amir Enok di Enok, dan Amir Reteh di Kotabaru.[10]
Pada masa pendudukan Jepang (1942) Indragiri Hilir dikepalai oleh seorang Cun Cho yang berkedudukan di Tembilahan dengan membawahi 5 Ku Cho, yaitu : Ku Cho Tembilahan dan Tempuling di Tembilahan, Ku Cho Sungai Luar, Ku Cho Enok, Ku Cho Reteh, dan Ku Cho Mandah. Pemerintahan Jepang di Indragiri Hilir sampai bulan Oktober 1945 selama lebih kurang 3,5 tahun.[11]
Pada tanggal 14 Juni 1965 dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1965 Lembaran Negara Republik Indonesia No. 49, maka Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir resmi dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hilir (sekarang Kabupaten Indragiri Hilir) yang berdiri sendiri, yang pelaksanaannya terhitung tanggal 20 November 1965.[12] Kabupaten Indragiri Hilir terletak di bagian selatan Provinsi Riau dan berada di pesisir timur Pulau Sumatera. Secara resmi terbentuk pada tanggal 14 Juli 1965 sesuai dengan tanggal ditanda-tanganinya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1965.[13] Kabupaten disebut lengkap Daerah Tingkat II Kabupaten, adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu. Kesatuan masyarakat ini berhak, berwenang, dan berkwajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Definisi seperti ini tertera dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok pemerintahan di daerah.
Dahulu istilah kabupaten dikenal dengan Daerah Tingkat II Kabupaten. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, istilah Daerah Tingkat II dihapus, sehingga Daerah Tingkat II Kabupaten disebut Kabupaten.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Bab II Pembagian Wilayah Negara Pasal 2 ayat (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota, ayat (2) Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa.[14]
Selanjutnya pemerintahan kabupaten berdaraskan Peraturan Bupati Indragiri Hilir Provinsi Riau, Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2013 - 2018 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Indragiri Hilir dan 7. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum yang berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung biaya, pelaku, menerima manfaat maupun penanggung resiko.[15]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa memperkokoh, mengaktualisasikan dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial bagi generasi penerus di Kabupaten Indragiri Hilir adalah memperkuat kenyataan yang tetap terhadap sifat-sifat berguna bagi kemanusiaan pada sekelompok orang yang sezaman dan sepaham dalam kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu di Indragiri Hilir berhubungan dengan kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial.


2.      Konsep Kepahlawan, Keperintisan, Kejuangan dan Ketiakawanan Sosial
a.      Kepahlawan
Secara harfiah kata-kata kepahlawanan, kejuangan, dan keperintisan memiliki arti yang sebetulnya saling berkait. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata: Kepahlawanan berasal dari kata pahlawan. Kata pahlawan tersebut berarti “pejuang yang gagah berani; orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Kata ”kepahlawanan” diartikan dengan “perihal yang berhubungan dengan pahlawan, seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban”.[16]
b.      Keperintisan
Keperintisan merupakan bagian dari unsur kepahlawanan, oleh sebab itu unsur-unsur kepeloporan, keperintisan, dan kejuangan, semuanya merupakan bagian dari unsur kepahlawanan.[17] Keperintisan lebih identik dengan upaya merintis kemerdekaan Republik Indonesia yang telah dilakukan oleh anak bangsa Indonesia menjelang tahun 1945.
c.       Kejuangan
Kejuangan berasal dari kata juang yang secara bebas dapat diartikan “berjuang dan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan”, dan kejuangan itu sendiri adalah perihal yang menyangkut dengan berjuang.[18] Berjuang dalam hal merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan dan tuntutan perkembngan zaman.

d.      Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial adalah bagian dari nilai, sikap dan perilaku pro sosial yang berakar dari tata budaya nusantara dan masyarakat majemuk Indonesia berdasarkan Pancasila[19] dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sekarang dinamakan Amandemen.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pula mengenai konsep kepahlawan, keperintisan, kejuangan dan ketiakawanan sosial adalah mengemukakan konsep jati diri orang yang berani berkorban dalam pembelaan dan perintisan kebenaran melalui usaha sekuat tenaga dengan nilai, sikap dan perilaku penuh semangat kebersamaan, persatuan dan kesatuan berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B.     Bentuk Memperkokoh, Mengaktualisasikan dan Melestarikan Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan dan Kesetiakawanan Sosial bagi Generasi Penerus di Kabupaten Indragiri Hilir
1.      Bentuk Sifat Kepahlawanan
Bentuk memperkokoh, mengaktualisasikan dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial bagi generasi penerus di Kabupaten Indragiri Hilir melalui sifat-sifat kepahlawanan antara lain sebagai berikut
a.       Sifat Keberanian
Keberanian adalah kekuatan yang tersimpan dalam kehendak jiwa, yang mendorong seseorang untuk maju menunaikan tugas, baik tindakan maupun perkataan, demi kebenaran dan kebaikan, atau untuk mencegah suatu keburukan dan dengan menyadari sepenuhnya semua kemungkinan risiko yang akan diterimanya.[20]

Pahlawan sejati merupakan seorang pemberani sejati. Tidak akan pernah seseorang disebut pahlawan, jika ia tidak pernah membuktikan keberaniannya. Pekerjaan-pekerjaan besar atau tantangan-tantangan besar dalam sejarah selalu membutuhkan kadar keberanian yang sama besarnya dengan pekerjaan dan tantangan itu. Sebab, pekerjaan dan tantangan besar itu selalu menyimpan risiko.
b.      Sifat Kesabaran
Kesabaran adalah nafas yang menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan. Ada banyak pemberani yang tidak dapat mengakhiri hidupnya sebagai pemberani. Karena mereka gagal menahan beban risiko. Jadi, keberanian adalah aspek ekspansif dari kepahlawanan. Akan tetapi, kesabaran adalah aspek defensifnya.[21]
c.       Sifat Pengorbanan
Seorang pahlawan adalah bahwa ia tidak pernah hidup dan berpikir dalam lingkup dirinya sendiri. la telah melampaui batas-batas kebutuhan psikologis dan biologisnya. Batas-batas kebutuhan itu bahkan telah hilang dan lebur dalam batas kebutuhan kolektif masyarakatnya dimana segenap pikiran dan jiwanya tercurahkan. Dalam makna inilah pengorbanan menemukan dirinya sebagai kata kunci kepahlawanan seseorang. Di sini ia bertemu dengan pertanggungjawaban, keberanian, dan kesabaran. Tiga hal terakhir ini adalah wadah-wadah kepribadian yang hanya akan menemukan makna dan fungsi kepahlawanannya, apabila ada pengorbanan yang mengisi dan menggerakkannya. Pengorbananlah yang memberi arti dan fungsi kepahlawanan bagi sifat-sifat pertanggungjawaban, keberanian, dan kesabaran.[22]


2.      Bentuk Sikap Kepalawanan
Bentuk memperkokoh, mengaktualisasikan dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial bagi generasi penerus di Kabupaten Indragiri Hilir melalui sikap antara lain sebagai berikut:[23]
a.       Sikap Kritis
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap kritis dilakukan guru terhadap siswa dengan cara memberikan kesempatan untuk: mengajukan pertanyaan, penguatan dan tugas, diskusi, menerima kritik, ketika berpendapat didukung referensi, memberi umpan balik, mau menerima pendapat berbeda, berpikir logis dan divergen.
b.      Sikap Jujur
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap jujur yang dilakukan guru terhadap siswa adalah dengan: menjadi contoh, bukan memberi contoh, mengatakan sesuatu yang didengar, dilihat dan dirasakan sebagai sebuah kenyataan, terbuka, objektif, memberitahu dengan jelas kepada siswa yang tidak jujur, guru menunjukkan aturan main, tidak semena-mena terhadap segala bentuk kekurangan siswa, mengingatkan siswa untuk tidak berbuat tidak terpuji, jawaban siswa harus jujur, menyamakan antara pikiran, ucapan dan perbuatan, minta maaf bila salah, atau tidak bisa menjawab, sesuai dengan hati nurani, tidak berpura-pura.
c.       Sikap Tanggung Jawab
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap tanggungjawab yang dilakukan guru terhadap siswa berupa: minta laporan tugas, masuk tepat waktu, peduli lingkungan, memberikan umpan balik, menjadi pertimbangan dalam memberikan penilaian, melakukan koreksi tugas siswa, menyediakan buku paket dan pendukung, melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, memberikan motivasi, menanamkan etika, menyadari kesalahan, memberikan latihan atau tugas-tugas sebagai pembiasaan.
d.      Sikap Disiplin
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap disiplin guru terhadap siswa berupa: siswa tepat waktu dalam berbagai hal (tugas, hadir), mengabsen siswa, mengawali dan mengakhiri dengan berdoa, keluar kelas harus ijin petugas, guru hadir tepat waktu, mengikuti aturan permainan, pemberian sangsi, siswa yang salah ditegur, tugas yang sudah dikoreksi dikembalikan siswa, memenuhi janji, disiplin menjadi pertimbangan dalam memberikan penilaian.
e.       Sikap Kasih Sayang
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap kasih sayang guru terhadap siswa berupa: Sabar, memberi semangat, memberi hiburan, komunikasi yang harmonis, empaty, pemahaman latar belakang sosiopsikologis siswa, mengingatkan dengan bahasa yang santun, jika ditanya tidak dapat menjawab tidak malu, siswa boleh menyampaikan keluh kesahnya, memberikan nasihat, dan pujian, memberi contoh perilaku yang baik, membantu menyelesaikan masalah, menganggap siswa sebagai teman, tidak pilih kasih, tidak membedakan, tidak rendah diri, siswa dianggap anaknya sendiri, membuat kondisi nyaman.
f.       Sikap Ikhlas
Memperkokoh, mengktualisasikan dan melestarikan sikap guru terhadap siswa berupa: tidak mengeluh, menerima siswa sebagaimana adanya, bekerja hanya mengharap ridho Yang Maha Kuasa, tanpa pamrih, sungguh-sungguh, kerja sebaik-baiknya, cerah, semangat tidak kelihatan lelah, memberikan layanan yang sebaik-baiknya, menerima persoalan siswa, kerja tanpa beban, dan kerja sebagai ibadah.


C.     Usaha Memperkokoh, Mengaktualisasikan Dan Melestarikan Nilai-Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, Kejuangan Dan Kesetiakawanan Sosial Bagi Generasi Penerus Di Kabupaten Indragiri Hilir
1.      Memperkenalkan Penokohan Pahlawan
Seorang pahlawan bisa jadi ditokohkan sebagai pahlawan karena kebenaran yang diperjuangkannya adakalanya melampaui nilai dalam masyarakat dan kebudayaannya, karena nilai kebenaran tersebut belum terformulakan dalam tatanan kebudayaan di mana ia hidup, sedangkan bagi si tokoh tersebut sudah terfikirkan dan sudah diperjuangkan, karena ia berfikir hal tersebut dapat membawa masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Nilai baru tersebut muncul barangkali akibat dari “pencariannya” sendiri, ia rintis sendiri. Dalam hal ini ia yang pertama yang mengemukakan dan memperjuangkannya. Mungkin dalam skala inilah nilai-nilai kepahlawanan berkesesuaian dan identik dengan nilai kepeloporan dan keperintisan.
Masyarakat menumbuhkan nilai moral, yang dapat dijadikan contoh dan ditauladani. Sikap dan keyakinannya dijadikan sebagai sumber nilai, dan masyarakatnya akan mencari nilai-nilai baik dalam sikap kepahlawanannya. Ia dijadikan simbol yang diberinya muatan-muatan moral oleh masyarakat utuk keberlanjutan hidup masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu ia menjadi tokoh suri tauladan sekaligus sebagai sumber nilai untuk keberlanjutan hidup tersebut. Taufik Abdullah menyatakan bahwa:
Pahlawan oleh masyarakatnya dijadikan sebagai simbol yang kemudian diberi muatan-muatan yang dibebani dengan nilai-nilai moral yang serba hebat dan besar, bahkan jadi tokoh lagendaris, yang ke-“ada”anya telah mengalami peralihan. Ia menjadi contoh, perumpamaan dan salah satu sumber nilai, pada dirinya sudah terikat realitas historis dan realitas konseptual. Bisa pula terjadi bahwa demi kemantapan ide dan nilai yang sedang diperkembangkan secara pelan-pelan proses personifikasi dimulai. Dengan personifikasi nilai ini didapatkan lah alat pengingat (memonic) yang lebih mudah diturunkan dalam usaha masyarakat untuk mengadakan sosialisasi bagi generasi baru”. Pembebanan nilai-nilai yang sarat kepada tokoh yang secara historis ada dan personifikasi dari ide dan nilai itu antara lain disebabkan oleh dorongan akan perlunya pimpinan dan akan keberlanjutan hidup masyarakat.[24]
2.      Nilai Kepahlawanan
Secara denotatif, kata “nilai” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti harga, taksiran, angka, kepandaian, biji atau kadar dan banyak sedikitnya isi. Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya “Ilmu Jiwa Agama”, nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting dan berguna bagi kemanusiaan.[25] Secara konotatif, nilai dalam judul ini berarti sifat-sifat penting yang berharga bagi manusia.
Kepahlawanan sendiri harus dipahami dari konsep pahlawan. Secara etimologi pahlawan seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa atau umat manusia.[26]
Nilai kepahlawanan berpangkal pada suatu tindakan yang didalamnya terdapat rasa keberanian diri, kesabaran dan pengorbanan dari seseorang yang rela berkorban demi tercapainya tujuan yang diinginkan dengan dilandasi oleh sikap tanpa pamrih pribadi.
Nilai-nilai kepahlawanan, seperti nilai rela berkorban, cinta tanah air, kerja keras, keteladanan, kejujuran, demokratis, mandiri, dan bertanggungjawab harus diintegrasikan dalam pendidikan karakter. Setiap mata pelajaran di sekolah bisa menjadi sarana penanaman nilai-nilai kepahlawanan tersebut, terutama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn), Sejarah, Ilmu-ilmu sosial, dan Bahasa Indonesia.[27]
3.      Pelestarian dan Pengembangan Nilai Kepahlawanan
Nilai-nilai kepahlawanan tersebut di atas dinyatakan bahwa seorang pahlawan adalah individu yang gagah berani, mau berkorban untuk memperjuang kebenaran”. Difinisi tersebut jelas merefleksikan adanya muatan nilai, bahwa seorang pahlawan memiliki sifat yang berani, memiliki sifat kejuangan, berjuang tanpa pamrih, berani berkorban, dan memiliki sifat berfihak ke yang benar.[28] Kalau dijabarkan bersamaan dengan definisi pelopor dan perintis maka akan lebih lengkaplah bahwa sebetulnya nilai-nilai kepahlawanan tersebut di dalamnya terdapat nilai-nilai kepeloporan dan keperintisan.[29]
Selama ini nilai kepahlawanan cenderung ditonjolkan adalah yang berkaitan dengan nilai heroik, “pejuang dianggap orang yang gagah berani di medan perang”, dan kalau meninggal akan dimakamkan taman pahlawan, sepertinya nilai kepahlawanan memiliki orbit yang sempit. Pada hal tidak seluruh pahlawan itu harus identik dengan heroik dan tidak harus berkuburkan di makam pahlawan;[30] nilai heroik hanya bagian kecil saja dalam nilai kepahlawanan. Nilai kepahlawanan dalam pengertian heroik tersebut warisan semangat 45, semangat lasykar rakyat dan kalangan militer Indonesia. Semangat tersebut jelas merefleksikan semangat zamanya. Zaman ketika orang ingin mencapai kemerdekaan, zaman dianggap zaman heroic, sehingga bermunculanlah orang-orang yang gagah berani di medan tempur, zaman yang membutuhkan kekuatan senjata, dan keberanian bertempur. Alasan inilah sebetulnya hari pahlawan diperingati setiap tanggal 10 November dikaitkan dengan perjuangan dan peristiwa heroik di Surabaya pada masa-masa perjuangan. Pengartian tersebut ternyata tidak merangkul semua pahlawan yang ikut berjuang pada periode tersebut, karena banyak pahlawan lahir saat itu tanpa memanggul senjata, seperti Soekarno, Hatta, Yamin, Syahrir, dan lain-lain. Mereka justru memperjuangkan ide, yaitu pemikiran bahwa sebuah kemerdekaan itu penting.[31]
Hal penting dalam diri seorang pahlawan adalah ada nilai baik yang diperjuangkannya terutama yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup orang banyak. Dalam kepahlawanan seseorang, yang paling penting adalah perjuangan ide yang dapat membawa perubahan bagi ummat manusia. Hal-hal yang diperjuangkan itu adalah berupa buah fikiran, konsep yang dapat diterapkan di dunia real yang dapat merubah kondisi sosial masyarakat ke arah lebih baik.
4.      Mengenal Nama-nama Pahlawan Kabupaten Indragiri Hilir
Nama-nama pejuang yang mempertahankan kedaulatan rakyat di Kabupaten Indragiri Hilir sebagai pahlawan terdapat di Taman Makam Pahlawan Parit 7 Tembilahan Hulu.
Berdasarkan data Humas Polres Inhil 11/04/2016 Diakses 28 April 2018 disebutkan 23 nama tokoh pejuang dan pahlawan Kabupaten Indragiri Hilir dan 3 lainnya tidak dikenal, yaitu: Letda Mohammad Boya, H. Khalidi, Syekh Abdurrahman Siddiq, H. Abd. Hamid Abdullah, Tengku Sulung, H. Suntung Ardi, H. Hasan, H. Sidik, H. Samsi, Moeharom, Umar Hasan, H. Muhdi, Abd Manaf, Mat Moedji, Maryoto, Kadimin, Arpandie, Zainal Arifin, Karnoso, Dulsaid, Husin Basri, A. Boechri, Muchalim, dan tiga nama pahlawan tak dikenal lainya.[32]
Selain itu terdapat pula nama-nama pejuang yang diabadikan sebagai nama-nama jalan. Nama para pejuang tersebut sebagai dikemukakan oleh Amir Hamzah Abdulrahman dalam Buku Lintasan Sejarah Indragiri Hilir dicetak Tahun 1956.[33]
Nama-nama pejuang tersebut berdasarkan Nomor, Nama Pejuang, Umur, Asal Kelahiran, Tanggal/Tahun Wafat, Tempat Wafat, dan Ahli Waris sebagai berikut:
1   H. Sidik (Sabil) 60 th Kalimantan 06 Januari 1949 Kota Tembilahan H. Khalid
2   H. Ahmad 45 th Kalimantan Januari 1949 Kota Tembilahan Hj. Maryam
3   H. Hasan 45 th Kalimantan Januari 1949 Prt. 11 Tembilahan Aisyah
4   H. Hasan 45 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. Sabran
5   Abd. Rajak 30 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. A. Samad
6   Rajimun 20 th Kalimantan Januari 1949 S. Beringin Diyah
7   Darmawi 33 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan Hj. Asiah
8   H. Suntung (Sabil) 50 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. Husin
9   Mustafa 40 th Indragiri Januari 1949 Tembilahan Fatimah
10 Syahdan 40 th Kalimantan 06 Agustus 1949 S. Salak H. Rubiah
11 H. Tabri 50 th Kalimantan 04 Januari 1949 Tembilahan Hj. Amnah
12 H. Sadri 48 th Kalimantan 23 Mei 1949 Tembilahan A. Hadi
13 Anang Acil 45 th Kalimantan 23 Mei 1949 Tembilahan Gusdani
14 Thaib 30 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Syariah
15 Abd. Hamid 35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Dara
16 H. Abdullah 60 th Pontianak Juli 1949 Tembilahan Hansyah
17 Darsih 50 th Jawa 20 Juli 1949 Pengalihan Rubiah
18 Kihong (Sabil) 60 th Kalimantan 13 Februari 1949 Menjerang Tembilahan Ganti
19 Hj. Badariah (Pr) 50 th Kalimantan 30 Juli 1949 S. Pinggan Ikhwan
20 H. Syamsi 25 th Kalimantan 30 Juli 1949 S. Pinggan Hujjah
21 Husni 22 th Kalimantan 30 Juli 1949 S. Pinggan Ainun
22 Janang 60 th Kalimantan 05 Januari 1949 Rengat Ali
23 H. Khalidi (Sabil) 65 th Kalimantan April 1949 Menjerang Tembilahan Ahmad
24 Ijai 35 th Kalimantan Juni 1949 Tekulai Hilir Darmawi
25 Usuf 30 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ah. Abbas
26 Ali 25 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ramlah
27 Asmara (ALRI) 21 th Kalimantan 05 Desember 1946 Tg. Kilang Hasin/Dewa
28 Sanaf 30 th Simp. Gaung 26 Juni 1949 Baran Uyup
29 H. Akom 55 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang St. Fatimah
30 Taib 45 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Abd. Rahman
31 Jahyah 30 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Nene
32 Masdani 27 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Mastani
33 Sakar 27 th Kalimantan 27 Juni 1949 Kuala Lahang Adul
34 Awang 40 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Amai (Pr)
35 M.D. Dahlan (Pol) 32 th Jawa 05 Januari 1949 Rengat St. Ainun
36 H. Arsad (TNI) 25 th Kalimantan 20 April 1949 Mandala Cerbon Fatimah
37 Abdulhamid (TNI) 18 th Kalimantan 11 Januari 1949 Bangkinang P. Baru Sulaiman
38 Samidi (TNI) 35 th Jawa Januari 1949 Pengalihan Sutinah
39 Bahasin (CPM) 23 th Kuantan 04 Januari 1949 Tembilahan Jubaidah
40 M. Boya, Lt (TNI) 28 th Indragiri 04 Januari 1949 Kuala Enok Dara (Pr)
41 H. Manaf Darjad (ALRI) 18 th Kalimantan 16 Juli 1946 Tg. Kilang H.  Darjad
42 Suharjo (TNI) 35 th Jawa 05 Januari 1949 Rengat Wagiah
43 Ashun (ALRI) 22 th Indragiri 05 Desember 1946 Tg. Kilang Teluk
44 Sanusi (ALRI) 20 th Indragiri 20 Juli 1946 Tg. Kilang Maksum
45 Amal 37 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Tasrah
46 H. Said 60 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Hj. Rubiah
47 Abdulrahman 30 th Kalimantan Juni 1949 Anak Serka Abdullah
48 Usman 25 th Kalimantan Juni 1949 Anak Serka Salamiah
49 Ali 25 th Kalimantan Maret 1949 Sapat Hj. Umrah
50 H. Taib 65 th  Kalimantan Maret 1949 Sapat Hj. Salmah
51 Abdulrahman (Pol) 35 th Tapanuli 05 Januari 1949 Rengat H. Masrumi
52 Masri 28 th Kalimantan 13 Februari 1949 Tembilahan Mohamad
53 Anwar 28 th Kalimantan Juni 1949 Anak Serka Utuh
54 Mail 50 th Kalimantan Mei 1949 Anak Serka Syamsi
55 Durasid 60 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Kayah
56 Dusani 60 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Ramlah
57 Asan 30 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Diyang
58 Mohamad 65 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Munah
59 Jalani 30 th Kalimantan 24 Juli 1949 Tembilahan Asmah
60 Nani 35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ahmad
61 H. Abbas 60 th Kalimantan 24 Juli 1949 Kuala Lahang Abdullah
62 Min 20 th Indragiri 05 Mei 1949 S. Junjangan Lemeh
63 Tahir 22 th Kalimantan Maret 1949 Sapat Icik
64 Cengkeh 25 th Sulawesi Mei 1949 Kuala Tungkal Siti
65 Umar 30 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Ijab
66 Syahrun 40 th Indragiri Maret 1949 Rengat Ambun
67 Usman 24 th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Masdari
68 Gusti Hasan 45 th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Hj. Salamah
69 Ardani25 th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Hj. Maimunah
70 Ishak 25 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Iraliha
71 Usman 45 th Kalimantan 05 Mei 1949 Tembilahan Syamsuri
72 Amat Putih 35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Fatimah
73 Abd. Aziz (TNI) 20 th Minang 24 Juli 1949 Kuala Lahang Thamin
74 Karim 35 thKalimantan Juni 1949 Tembilahan Jamilah
75 Tabrani15 th Kalimantan 10 Maret 1949 Tembilahan Talib
76 Napiah 15 th Kalimantan Juni 1949 S. Piai A. Hadi
77 Gusti Arsad 35 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Gt. Atailah
78 Gusti Ismail 23 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Gt. Kasuma
79 A. Hamid Siddik 40 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Yohana
80 A. Rahman/Idur 55 th Kalimantan Juli 1949 S. Piai Jawiah
81 Ijab 40 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Ranum
82 Ibus 35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Udak
83 Basrani 35 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Omie
84 Syarief 35 th Indragiri Januari 1949 Pekan Tua Meran
85 Ibad 25 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Isah
86 Sabran 25 th Kalimantan April 1949 Tembilahan Aiman
87 Padupai 29 th Sulawesi 08 Februari 1949 Pulau Kijang Datuk
88 Hj. Maimunah (Pr) 40 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan H. Yahya
89 Hj. Fatimah (Pr) 40 th Indragiri Januari 1949 Tembilahan Atan
90 Abdulrahman 45 th Kalimantan Januari 1949 Tembilahan Mohamad
91 Karim 38 th Kalimantan Maret 1949 Tembilahan Hamud


[1]Tim Penyusun, Op-Cit, hlm.  772
[2]Ibid, hlm. 32
[3]Ibid, hlm.  853
[4]Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999, hlm. 71
[5]Tim Penyusun, Op-Cit, hlm. 1004
[6]Ibid, hlm. 71
[7]Ibid, hlm. 464
[8]Ibid, hlm. 1513
[9]Anonim, Peranan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Dan Modal Sosial Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Indragiri Hilir Dan Bengkalis, Repository University Of Riau, Pekanbaru, tt, hlm. 24
[10]Ibid
[11]Ibid, hlm. 25
[12]Ibid, hlm. 26
[13]H. Alimuddin RM, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2013 – 2018, Sekretaris Daerah Kabupaten Indragiri Hilir, Tembilahan, 2015,  hlm. 13
[14]Bidang PJDIH Puskum dan Humas BPN RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Kementerian Sekretaris Negara RI, Jakarta, 2014, hlm. 7-8
[15]H. Muhammad Wardan, Lembaran Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014 Nomor 5, Sekretaris Daerah Kabupaten Indragiri Hilir, Tembilahan, 2015, hlm. 6
[16]Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balaipustaka, Jakarta, 1988, hlm. 636
[17]Herwandi, Peran Generasi Kini Dalam Pelestarian dan Pengembangan Nilai Kepahlawanan, Fakultas Sastra Universitas Andalas, Padang, 2006, hlm. 4
[18]Tim Penyusun, Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Bandar Seri Bengawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Berunai 2003, hlm. 1109
[19] Loc-Cit
[20]Anis Matta, Mencari Pahlawan Indonesia, The Tarbawi Center, Jakarta, 2004, hlm 9
[21]Ibid, hlm 13
[22]Ibid, hlm. 20
[23]Sudiyono, Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar Pendidikan Karakter Guru SMP dan SMA di Kabupaten Sleman, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia, 2012, hlm. 19-20
[24]Taufik Abdullah, “Pahlawan dalam Perspektif Sejarah”, dalam Prisma no. 7, 1976,
hlm. 59
[25]Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, PT Bulan Bintang, Jakarta, 2005, hlm. 206
[26]Soeparto, Bangsa Beradap Harus Hormati Para Pahlawan, dalam Gemari Edisi
94/Tahun 1x/November, 2008, hlm. 57
[27]J.B. Sudarmanto, Jejak-Jejak Pahlawan Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2006, hlm. 25
[28]Herwandi dan Zaiyardam Zubir, Menggugat Minangkabau, Andalas University Pres, Padang, 2005, hlm. 25
[29]Herwandi, Op-Cit, hlm. 5
[30]Mohamad Roem, Bunga Rampai Dari Sedjarah, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm. 222-226
[31]Herwandi, Op-Cit, hlm. 6
[32]https://www.blogger.com/profile/05944043032403039948
[33]Amir Hamzah Abdulrahman, Lintasan Sejarah Indragiri Hilir, Tembilahan Indragiri Hilir, Juni, 1956, hlm. 29-32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar