Translate

Kamis, 04 Mei 2017

Biografi Imam Syafi’i



Biografi Imam Syafi’i
Imam Syafi’i mempunyai nama lengkap Muhammad bin Idris Syafi’i al-Quraisy. Ia lahir pada tahun 150 H. di Desa Ghuzzah (Syam) dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal dunia saat beliau masih dalam kandungan. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa pada tahun kelahiran Imam Syafi’i adalah tahun wafatnya ulama besar, Imam Abu Hanifah.[1]
Silsilah Imam Syafi’i menurut riwayat yang terkenal adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafiq bin Saib bin Ubaid bin Abu Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Manaf.[2] Dengan demikian Syafi’i bertemu nasab dengan Rasulullah s.a.w. pada Abu Manaf.
Adapun silsilah dari arah ibunya ialah Fatimah binti Abdullah bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (paman Nabi s.a.w.). Ibunya seorang keturunan dari suku Adzi.[3]
Pada usia dua tahun Imam Syafi’i dibawa ibunya dari Ghazzah tempat asli bagi nenek moyang Imam Syafi’i ke Makkah. Di Makkah beliau tetap di tempat kediaman ayahandanya yang semula dan tetap di bawah asuhan ibunya dengan penghidupan dan kehidupan yang sangat sederhana dan kadang-kadang menderita kesulitan.[4]
Beliau, meskipun dalam keadaan yatim dan miskin, namun beliau pada masa belum dewasanya, baru berusia 9 tahun, sudah dapat hafal al-Qur'an 30 juz di luar kepala dengan lancarnya. Kemudian beliau dengan tekad bulat pergi dari kota Makkah menuju ke suatu dusun bangsa Badui Banu Hudzail untuk mempelajari bahasa Arab yang asli dan fasih. Karena dusun Banu Hudzail satu-satunya dusun yang penduduknya terkenal masih berbahasa Arab yang fasih dan asli.[5]
Pendidikan beliau waktu di Makkah belajar ilmu fiqh kepada Imam Muslim bin Khalid al-Zanji, seorang mufti dan guru besar Kota Makkah.[6]
Kemudian belajar ilmu hadits kepada Sufyan bin Uyainah, belajar pula ilmu al-Qur'an kepada Imam bin Qasthanthin.[7]
Di Madinah beliau belajar kepada Imam Malik bin Anas. Untuk mempelajari kitab al-Muwatta’. Teman Syafi’i terus mempelajari ilmu hadits dan ilmu fiqh sampai Imam Malik meninggal dunia, pada tahun 179 H.[8]
Guru-guru beliau waktu belajar di Makkah Sufyan bin Uyainah, Muslim bin Khalid al-Zanji, Said bin Salim al-Qadah, Dawud bin Abd al-Rahman al-Athar, Abd al-Hamid bin Abd al-Aziz bin Abi Zawad. Adapun guru-guru beliau di Madinah antara lain Malik bin Anas, Ibrahim bin Sa’ad al-Anshary, Abd al-Aziz bin Muhammad al-Dasawardy, Ibrahim bin Abi Yahya al-Asamy, Muhammad bin Abi Said bin Abi Fudaik, Abdullah bin Hafi. Adapun di Yaman beliau belajar pada Hisyam bin Yusuf seorang qadli, Amr bin Abi Salamah sahabat al-Auza’i, Yahya bin Hasan sahabat al-Laits bin Sa’ad dan di Irak guru beliau Fauki’ ibn al-Jarah, Abu Asamah Himad bin Asamah al-Kaufiyan, Ismail bin Aliyah, Abd al-Wahab bin Abd al-Majid al-Bashrayan.[9]
Pada mulanya beliau menjadi pengikut Madzhab Maliki dan aliran Hadits. Akan tetapi perlawatan-perlawatan yang beliau lakukan serta pengalamannya nampak memberi pengaruh yang kuat kepada beliau untuk mengadakan suatu madzhab yang khusus. Pertama-tama beliau memilih Madzhab al-Iraqi yang disebut Madzhab al-Qadim. Tetapi setelah menetap di Mesir beliau undur dari pendapat-pendapatnya yang lama dan kemudian kepada murid-muridnya beliau ajarkan madzhabnya al-Misri, pendapatnya yang baru disebut Madzhab Jadid.[10]
Kitab-kitab karangan Imam Syafi’i terbagi menjadi dua bagian. Pertama, yang diajarkan dan didiktekan kepada murid beliau ketika di Irak (Baghdad). Pengajaran itu lalu disusun dan dihimpun menjadi kitab. Kitabnya itu dikenal orang dengan Madzhab Syafi’i Qadim. Kedua, yang diajarkan dan didiktekan kepada murid beliau ketika di Mesir. Pengajaran itu lalu disusun dan dihimpun menjadi kitab pula, dan kitabnya itu dikenal orang dengan Madzhab Syafi’i Jadid. Oleh sebab itu maka hingga kini madzhab Imam Syafi’i masih dikenal orang di seluruh dunia Islam dengan madzhab atau qaul Syafi’i Qadim dan madzhab atau qaul Syafi’i Jadid.[11]
Ulama-ulama fiqh yang belajar pada Imam Syafi’i di Irak antara lain Imam Ahmad bin Hambal, Imam Abu Dawud al-Dhahiri, Imam Abu Tsaur al-Baghdadi dan Abi Jafar al-Thabari. Adapun murid-murid beliau di Mesir yang terkenal antara lain Abu Ya’qub al-Bughaisti (231 H.), Ismail al-Muni (246 H.) pengarang kitab al-Mukhtasar, al-Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi (270 H.), al-Rabi’ bin Sulaiman al-Jizi (256 H.).[12]
Adapun karya-karya beliau dalam bentuk kitab hingga sampai sekarang di antaranya adalah:
1.      Al-Umm, yaitu sebuah kitab yang komprehensip, yang di dalamnya memuat persoalan-persoalan fiqh.
2.      Al-Risalah, yaitu kitab yang beliau susun pada mulanya karena perintah dari Abdurrahman bin Hadi seorang ahli hadits terkemuka di masanya. Kitab ini berisi tentang ilmu pengetahuan mengenai ushul al-fiqh dan merupakan permulaan dari kitab-kitab ushul al-fiqh.
3.      Ikhtilaf al-Hadits, yaitu kitab yang menerangkan tentang beberapa perselisihan hadits Nabi.
4.        Al-Musnad, yaitu kitab yang berisi sandaran (sanad) Syafi’i dalam meriwayatkan hadits-hadits Nabi yang terhimpun dalam al-Umm.[13]
Imam Syafi’i wafat di Mesir, tepatnya pada hari Jum’at tanggal 30 Rajab 204 Hijriyah, setelah menyebarkan ilmu dan manfaat kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga saat ini masih banyak dibaca orang, dan makam beliau di Mesir sampai setik ini masih diziarahi orang.[14]
Dan pada masa sekarang ini Madzhab Syafi’i berkembang di Palestina, Yordania, Libanon, Syiria, Irak, Pakistan, India, Indonesia dan Jazirah Indo-Cina. Juga orang-orang Persia dan Yaman yang Sunni bermadzhab dengan Madzhab Syafi’i.[15]


[1]Abu Zahrah, Syafi’i, Mesir: Daar al-Fikr, 1948, hlm. 14. Lihat juga Ibn Hajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, Juz IX, Beirut: Daar al-Fikr, t.th., hlm. 24
[2]Abu Zahrah, op.cit., hlm. 14.
[3]Ibid
[4]Munawar Khalil, Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab, Jakarta: Bulan Bintang, 1983, hlm. 152
[5]Ibid
[6]Tamar Djaja, Hayat dan Perjuangan Empat Imam Madzhab, Salo: Ramadhani, t.th., hlm. 117
[7]Ibid
[8]Munawar Khalil, op.cit., hlm. 146
[9]Abu Zahrah, op.cit., hlm. 43-44
[10]Subhi Mahmashani, Filsafat Hukum Islam, Bandung: Al-Ma’arif, t.th., hlm. 51
[11]Mahmud Syalthut, Fiqh Tujuh Madzhab, terj. Badullah Zakiy al-Kaff, Bandung: CV. Pustaka Setia, cet. I, 2000, hlm. 18
[12]Ahmad al-Syurbasyi, Sejarah dan Biografi Empat Madzhab, terj. Sabil Huda dan A. Ahmadi, Jakarta: PT. Bumi Angkasa, 1993, hlm. 151-152
[13]Munawar Khalil, op.cit., hlm. 241
[14]Mahmud Syalthut, loc.cit
[15]M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 125.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar